isinya


II.                TINJAUAN PUSTAKA
A.      Sistematika Tanaman Padi
Para ahli botani mengklasifikasikan tanaman padi dengan sistematika, sebagai berikut :
Devisi          : Spermatophyta
Sub devisi   : Gymnospermae
Classis         : Monocotiyledoneae
Family         : Gramineae
Genus          : Oryza
Species        : Oriza sativa L.
Sub spesies : -    Indica     (padi bulu)
-          Sinica   (padi cere)
Tanaman padi termasuk golongan tanaman semusim (annual crop) yaitu tanaman yang menyelesaikan seluruh daur hidupnya dalam satu musim tanam, kemudian setelah menghasilkan tanaman tersebut mati.
B.            Tipe-tipe Tanaman Padi
1.             Padi Oryza
          Seperti diketahui jenis spesies yang paling banyak ditanam adalah Oryza sativa linnaeus dan Oryza glaberima Steund. Namun, saat itu spesies Oryza glaberima  sudah kalah bersaing dengan  Oryza sativa. Terdapat 3 tipe Oryza sativa, yaitu : Indica, Japonica dan Javanica (berbulu). Tipe padi muncul karena proses domestikasi dan seleksi padi liar menurut alam sekitarnya, karena itu disebut ras ekogeografis (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).

a.              Tipe indica
Padi ini banyak ditanam di daerah tropis. Tipe ini mempunyai ciri-ciri tanamannya tinggi dan anakannya banyak. Padi ini toleransi rendah terhadap suhu rendah,  responsif terhadap pemupukan dosis rendah, toleran terhadap kekeringan, dan tahan terhadap hama penyakit. Umumnya gabah padi tipe indica berbentuk antara agak panjang sampai panjang berbeda dengan jenis padi yang lain. Padi ini memiliki kandungan amilosa dan pati antara sedang sampai tinggi sehingga nasinya pero. Kalau indica dan japonica disilangkan akan menghasilkan turunan yang sterilitasnya tinggi. Diduga dua tipe padi ini merupakan dua sub-spesies yang berbeda. Meskipun demikian, sekarang sterilitas dapat dikembangkan melalui beberapa persilangan. Proses penyilangan ini menghasilkan padi yang pendek, banyak anakan, tanggapan terhadap pemupukan tinggi, dan produktivitasnya sama dengan japonica.
b.             Tipe japonica
Padi japonica rumpunnya lebih hijau dan daunnya lebih tegak. Anakan tipe japonica lebih sedikit, tahan rebah, dan lebih resposif terhadap pemupukan nitrogen dibandingkan tipe indica. Bulir padinya lebih pendek dan lebih gemuk dengan kandungan amilosa yang lebih rendah. Rasa nasinya pulen dan penampilanya mengkilat.
Tipe japonica banyak terdapat di Negara beriklim sedang, seperti Jepang, Portugal, Spanyol, Rusia, Italia dan Prancis. Tipe ini berasal dari Cina. Indica dan Japonica ditanam di Mesir, Cina, Korea, Taiwan dan Australia. Di Korea telah dikembangkan padi hibrida dari Indica dan Japonica yang secara nasional meningkatkan hasil secara nyata.
c.              Tipe javanica
Di Indonesia terdapat dua tipe padi yang umum ditanam, yaitu indica dan bulu. Tipe bulu secara morfologis sama dengan japonica, namun memiliki daun yang lebih lebar dan lebih berbulu. Ujung gabahnya juga berbulu, tetapi juga ada yang tidak berbulu yang disebut padi gundil. Seperti tipe japonica, padi bulu memiliki sedikit anakan, batangnya kaku dan tidak sensitif terhadap panjang hari.
Padi bulu hanya ditanam di Jawa dan Bali serta lereng-lereng pegunungan di Filipina dan Madagaskar. Ini menunjukan pada zaman dahulu terdapat hubungan antara penduduk di daerah tersebut. Keberadaan padi tipe bulu di Indonesia makin terdesak oleh tipe Indica sehingga di khawatirkan punah.

2.             Padi Glabarima
Spesies Orayza glaberima Steund banyak ditanam di Afrika Barat. Spesies ini mungkin berasal dari sepanjang sungai Nigeria di Mali. Bukti menunjukkan bahwa padi ini sudah dimakan di sana sejak 3.500 tahun yang lalu. Ciri khas tipe ini adalah glumenya licin tidak berbulu, butir beras berwarna merah, ligula pendek dengan ujung yang bulat, dormansi tinggi dan malainya tegak dengan sedikit atau tanpa percabangan. Spesies ini juga lebih tahan sarangan penyakit dan produktivitasnyapun lebih tinggi dibandingkan Oryza sativa Linnaeus.
      Seperti tipe indica, tipe ini juga dapat tumbuh pada variasi lingkungan yang luas. Selain cocok di tanam dilahan yang berair dalam juga dapat ditanam sebagai padi gogo. Jika ditanam di air produksinya akan melebihi tipe indica. Di IRRI dan Balai Penelitian untuk padi gogo di Bouaki Ivory Coast telah terkumpul lebih dari 1.000 varietas padi. Sekarang kesempatan baik para pemulia tanaman untuk mengamati padi dalam jumlah besar.
      Glaberima memiliki sifat-sifat bervariasi seperti tipe tanaman, kapasitas anakan, ketebalan batang, dan ketahanan terhadap hama dan penyakit. Karena kesenjangan geneyis yang luas, kalau kedua padi disilangkan sering muncul persoalan sterilitas. Hal ini dapat diatasi dengan membuat persilangan yang banyak dan seleksi terhadap persilangan yang berhasil.

C.           Morfologi Tanaman Padi
Padi termasuk golongan tanaman semusim atau tanaman muda yaitu tanaman biasanya berumur penduk, kurang dari satu tahun dan hanya satu kali panen, setelah berproduksi akan mati atau dimatikan (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).  Pada dasarnya tanaman padi terdiri dua bagian utama, yaitu bagian vegetatif (akar, batang dan daun) dan bagian generatif (malai dan bunga) (Girisonta, 1990).

1.             Bagian Vegetatif
Organ tanaman yang berfungsi mendukung atau menyelenggarakan proses pertumbuhan adalah bagian vegetatif. Yaitu: akar, batang dan daun (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).
a.              Akar (radix)
Akar adalah bagian tanaman yang berfungsi  menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, kemudian terus diangkut kebagian atas tanaman (Girisonta, 1990). Akar padi tidak memiliki pertumbuhan sekunder sehingga tidak mengalami banyak perubahan. Akar tanaman padi berfungsi untuk menopang batang, mentransfer nutrien dan air, serta untuk pernafasan (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).
b.             Batang (caulis)
Secara fisik batang padi berfungsi untuk menopang tanaman secara keseluruhan yang diperkuat oleh pelepah daun. Secara fungsional batang berfungsi untuk mengalirkan nutrien dan air keseluruh bagian tanaman (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).
Batang padi bentuknya bulat, berongga, dan beruas-ruas. Antar ruas dipisahkan oleh buku. Pada awal pertumbuhan, ruas-ruas sangat pendek dan bertumpuk rapat. Setelah memasuki stadium reproduksi, ruas-ruas memanjang dan berongga. Oleh karena itu, stadium reproduksi disebut juga stadium pemanjangan ruas (Suparyono dan Agus Setyono, 1993). Diantara ruas batang padi terdapat buku, pada tiap buku duduk sehelai malai daun, ruas batang bawah pendek, semakin keatas mempunyai ruas yang makin panjang. Ruas pertama dari atas merupakan ruas terpanjang (Girisonta, 1990).
Panjang batang tergantung pada jenisnya. Padi jenis unggul biasanya berbatang pendek atau lebih pendek dari jenis padi lokal. Sedangkan jenis padi yang tumbuh di lahan rawa dapat lebuh panjang lagi, yaitu antara 2-6 meter. Batang baru akan muncul pada ketiak daun, semula berupa kuncup, kuncup tersebut mengalami perubahan, yang akhirnya menjadi batang baru. Batang baru biasa disebut batang sekunder (kedua) apabila batang tersebut terletak pada buku terbawah.

c.              Anakan
Pada batang buku padi paling bawah tumbuh tunas yang akan menjadi batang sekunder. Selanjutnya batang sekunder menghasilkan batang tersier, dan seterusnya. Peristiwa ini disebut pertunasan. Pertunasan (pembentukan anakan) sangat dipengaruhi oleh unsur hara, sinar matahari, jarak tanam dan teknik budidaya (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).

d.             Daun
Daun padi tumbuh pada buku-buku dengan susunan berseling. Pada tiap buku tumbuh satu daun yang terdiri dari pelepah daun, telinga daun dan lidah daun. Daun yang paling atas memiliki ukuran yang paling pendek dan disebut daun bendera. Daun keempat dari daun bendera merupakan daun terpanjang. Jumlah daun pertanaman tergantung varietas. Varietas unggul biasanya memiliki 14-18 daun (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).

2.             Bagian Generatif
a.              Malai
Sekumpulan bunga padi yang keluar dari buku paling atas dinamakan malai. Bulir-bulur padi terletak pada cabang pertama dan cabang kedua, sedangkan sumbu utama malai adalah ruas buku terakhir pada batang. Panjang malai tergantung pada varietas padi yang ditanam dan cara bercocok tanam. Dari sumbu utama dari ruas buku yang terkir inilah yang biasanya panjang malai diukur. Panjang malai dapat dibedakan menjadi tiga bagian macam ukuran yaitu : malai pendek (kurang dari 20cm), malai sedang (antara 20-30cm) dan malai panjang (lebih dari 30cm) (Girisonta, 1990).

b.             Bunga
Bunga padi berkelamin dua dan memiliki 6 buah benang sari dengan tangkai sari pendek dan dua kantung serbuk di kepala sari. Bunga padi juga mempunyai dua tangkai putik dengan dua buah kepala putik yang berwarna putih atau ungu. Sekam mahkotanya ada dua, yang bawah disebut lemma, sedang yang atas disebut palea (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).
Bunga padi merupakan bunga telanjang yang mempunyai satu bakal buah. Bakal buah mengandung air (cairan) untuk kebutuhan lodicula, warnanya keunguan atau ungu tua. benang sari terdiri dari tangkai sari, kepala sari dan kandung serbuk, tangkai sari tipis dan pendek, sedangkan pada kepala sari terletak kandung serbuk yang berisi tepung sari. Lodicula merupakan daun mahkota yang berubah bentuk. Fungsi kelenjar lodicula adalah mengatur pembukaan bunga. Kandung serbuk yang berisi serbuk sari dapat membuka, dan hal ini terjadi satu hari setelah keluar bulir (Girisonta, 1990).
Pada saat palea membuka, maka benang sari akan keluar. Pembukaan bunga diikuti oleh pemecahan kantong serbuk dan penumpahan sebuk sari. Setelah serbuk sari ditumpahkan, lemmae dan palea menutup kembali. Penempelan serbuk sari pada kepala putik mengawali proses penyerbukan dan pembuahan. Proses tersebut akan menghasilkan lembaga dan endosperm. Endosperm berfungsi sebagai reservior bagi benih yang baru tumbuh (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).

c.              Buah
Gabah atau buah padi adalah ovary yang telah masak, bersatu dengan lemma dan palea (Girisonta, 1990). Gabah terdiri dari bagian luar yang disebut sekam dan bagian dalam disebut karyopsis. Sekam terdiri dari lemma dan palea biji yang sering disebut beras pecah kulit adalah kaaryopsis yang terdiari dari lembaga (embrio) dan endosperm (Suparyono dan Agus Setyono, 1993).

D.           Fase Pertumbuhan Padi
(Ismunadji, 1981), membagi pertumbuhan padi menjadi tiga fase yaitu fase vegetatif, reproduksi dan pemasakan. Fase vegetatif dimulai pada saat perkecambahan sampai inisiasi primordia malai, fase reproduktif dimulai dari inisiasi primordia malai sampai berbunga, fase pemasakan dimulai dari berbunga sampai panen. Lamanya fase vegetatif tidak sama setiap varietas, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan umur panen, sedangkan fase reproduktif dan pemasakan umumnya sama untuk semua varietas.
Fase vegetatif ditandai oleh pembentukan anakan aktif yaitu pertambahan anakan yang cepat sampai tercapai anakan yang maksimal, bertambah tingginya tanaman, dan daun tumbuh secara teratur. Fase reproduktif ditandai dengan memanjangnya ruas batang, berkurangnya jumlah anakan, munculnya daun bendera, bunting dan pembungaan. Pembungaan adalah stadia keluarnya malai sedangkan anthesis mulai bila benang sari  bunga paling ujung pada tiap cabang malai keluar. Setelah anthesis, gabah mengalami fase pemasakan yang terdiri dari masak susu, masak tepung, menguning dan masak panen. Fase pamasakan juga ditandai dengan menuanya daun dan pertumbuhan biji atau gabah, yaitu bertambahnya ukuran biji, berat dan perubahan warna.

E.       System of Rice Intensification (SRI)
SRI adalah suatu cara budidaya tanaman padi yang efisien dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan air, tanah, dan tanaman. Metode ini terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50 %, bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100 %. Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak sengaja di Madagascar antara tahun 1983 sampai 1984 oleh biarawan Yeswit asal Perancis bernama FR. Henri de laulani, S.J. Oleh penemuannya, metodologi ini selanjutnya dalam bahasa Perancis dinamakan Le Systme de Rizi kultur Intensif disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI (De Datta S.K, 1981).
Sampai dengan tahun 2006, SRI telah berkembang di 36 negara yaitu : Indonesia, Kamboja, Laos, Myanmar, Philipina, Thailan, Vietnam, Banglades, Cina, India, Nepal, Srilangka, Gandia, Madagascar, Mozabique, Sierra Leone, Ghana, Beinin, Darbados, Brazil, Kuba, Guyana, Peru, Amerika Serikat, Afganistan, Irak, Iran, Pakistan, Burkina Faso, Etiopia, Guinea, Mali, Zambia, Kolombia dan Republik Dominika, Haipi.
SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director of Ornell International Institut for Food, Agriculture and Development). Pada tahun 1997 Kupoff mengadakan presentasi di Indonesia yang merupakan kesempatan pertama SRI dilaksanakan di luar Madagaskar.
F.       Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu
Dalam peningkatan produksi pangan selain pemupukan cukup dan berimbang hal yang menentukan berhasil tidaknya tanaman untuk tumbuh dan melakukan proses metabolismenya dengan baik adalah perawatan yang baik dari pelaku pengelolanya. Salah satunya dengan penerapan sistem tanam jajar legowo. Sistem tanam jajar legowo adalah cara menanam tanaman padi dengan memberikan barisan legowo (satu jarak tanam yang dihilangkan/dikosongkan) dan menjadi pembatas antara tanaman legowo satu dengan yang lainya. Dalam budidaya tanaman padi sistem tanam akan mempengaruhi populasi tanaman dan kerapatan tanaman  sehingga efisiensi dalam penggunaan cahaya juga mempengaruhi kompetisi atau persaingan dalam penyerapan unsuh hara oleh tanaman. Dengan demikian akan memepengaruhi pertumbuhan dan hasil (Mulyani dkk. 2010).
Dengan menerapakan sistem pengelolaan tanaman terpadu (SPTT) melalui pendekatan sistem tanam jajar legowo  jumlah tanaman per-rumpun padi dapat meningkat sampai 33%/ha. rekayasa teknik tanam padi dengan cara jajar legowo 2 : 1 atau 4 : 1 dan 1 : 6, dapat meningkatkan produksi pada tanaman padi sebesar 12-22% (Anonim, 2011).
G.           Sistem Tanam Konvensional
Sistem tanam secara konvensional merupakan sistem tanam yang sudah lama dikenal oleh petani, cara ini  merupakan sistem pertama kali yang dilakukan para nenek moyang petani indonesia untuk melakukan budidaya tanaman padi dipulau jawa. Sampai sekarang ini sistem tanam tersebut masih banyak dianut dilakukan oleh petani sangat sulit untuk ditinggalkan menuju sistem tanam yang lebih baik. Pengelolaan tanaman dalam sistem tanam tersebut dianggap tidak baik dan merusak lingkungan tanah bagi seluruh kehidupan di sawah karena seluruh pupuk yang digunakan oleh petani untuk mencukupi kebutuhan tanaman menggunakan pupuk kimia, selain pupuk-pupuk kimia dalam budidaya tanaman secara konvensional juga menggunakan pestisida maupun herbisida kimia dalam jumlah yang besar. Pestisida digunakan untuk mengendalikan hama-hama yang merugikan dan merusak tanaman tanpa melihat resiko yang timbul akibat penggunaan racun tersebut, mereka tidak menginginkan tanamanya mengalami gagal panen sehingga segala cara dihalalkan bagi petani konvensional untuk melindungi tanaman padi tetap tumbuh (Anonim, 1995).
Keunggulan dalam sistem tanam secara konvensinal adalah tidak terlalu banyak mengeluarkan biaya sarana produksi dan tidak repot dalam melakukan perawatan sehinnga banyak petani yang lebih memilih melakukan budidaya tanaman padi secara konvensional.


 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. alimul arek mengare gresik - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger